Praktek Kartel Sulit Dibongkar
BANDUNG, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pengawasan
Persaingan Usaha, Tadjuddin Noer Said, menuturkan bahwa praktik kartel
sulit dibongkar di Indonesia. Selain karena belum didukung sistem
peradilan, pengusaha "nakal" memiliki segudang cara untuk menyamarkan
jejak dan meraup keuntungan dengan permainan harga.
Hal itu
dikemukakan Tadjudin dalam jumpa pers di sela lokakarya Deteksi dan
Identifikasi Kartel di Indonesia yang berlangsung di Hotel Aston Primera
Pasteur Bandung, Senin (10/9/2012). Lokakarya ini digelar bekerja sama
dengan United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD).
"Salah
satu kedok yang sering dipakai adalah asosiasi pengusaha. Saat
pertemuan, di sana terjalin kesepakatan untuk mengendalikan harga maupun
pasokan barang agar sama-sama untung," ujar Tadjuddin.
Kartel
adalah praktik perdagangan tidak sehat antara dua perusahaan atau lebih
yang seharusnya bersaing tapi malah bekerja sama untuk mengendalikan
harga agar sama-sama untung. Dengan mengatur pasokan, mereka bisa
sama-sama menaikkan atau menurunkan harga barang sesuai kebutuhan. Yang
menjadi korban adalah konsumen yang harus menanggung biaya di luar
ongkos produksi tapi juga inefisiensi akibat kartel.
Tadjuddin
menuturkan, pengusaha yang terlibat kartel memiliki kode khusus kepada
pengusaha lain di seluruh wilayah Indonesia dalam mengendalikan harga.
Caranya kadang tidak terduga seperti iklan pada harian nasional hingga
lainnya. KPPU dituntut selangkah lebih cerdik dalam membongkar
akal-akalan pengusaha ini.
Dalam UU Nomor 5/1999, praktik kartel
dilarang dalam Pasal 11. Beberapa ciri-ciri dari kartel adalah indikasi
kuat bahwa mereka sepakat memainkan harga bukan berdasarkan biaya
produksi, pelaku kartel juga memiliki mekanisme untuk menghukum anggota
yang mencoba ambil untung sendiri, hingga pelaku bisa menghalangi pemain
baru masuk bila dianggap tidak bisa diajak bekerja sama.Sumber : http://regional.kompas.com/read/2012/09/10/21483322/Praktek.Kartel.Sulit.Dibongkar